Paru-Paru Dunia: Nafas Terakhir Hutan Hujan?
Di balik kemegahan kota-kota modern dan kecanggihan teknologi, tersembunyi sebuah sistem alami yang telah bekerja tanpa henti selama jutaan tahun: hutan hujan tropis. Ia berdiri teguh sebagai penjaga keseimbangan iklim, rumah bagi keanekaragaman hayati, dan penyaring udara terbesar di planet ini. Tak berlebihan jika dunia menjulukinya sebagai “paru-paru bumi”.
Hutan hujan tropis mencakup wilayah luas di Benua Amerika Selatan (terutama Hutan Amazon), Afrika Tengah (Hutan Kongo), Asia Tenggara, dan Pasifik. Di dalamnya, ribuan spesies pohon, tumbuhan, hewan, serangga, bahkan mikroorganisme hidup berdampingan, menciptakan jaring kehidupan yang kompleks. Lebih dari 50% spesies dunia dipercaya tinggal di kawasan ini, meskipun hanya mencakup sekitar 6-7% dari permukaan bumi (WWF, 2023).
Seperti paru-paru manusia yang menyaring udara, hutan hujan menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Amazon sendiri menghasilkan sekitar 20% oksigen global, sebuah angka yang cukup untuk menghidupi jutaan manusia (Butler, 2022). Tapi peran hutan hujan lebih dari sekadar penghasil oksigen. Ia adalah penyeimbang iklim, penyimpan karbon, pengatur hujan, dan sumber air bagi jutaan penduduk dunia.
Sayangnya, paru-paru dunia kini tengah sesak. Setiap menit, setara dengan 30 lapangan sepak bola hutan ditebang, dibakar, atau dirusak demi ekspansi pertanian, perkebunan sawit, pertambangan, dan pemukiman (FAO, 2020). Di Amazon, deforestasi meningkat drastis dalam dua dekade terakhir. Di Kalimantan dan Papua, hutan berubah menjadi lahan industri. Asap dari pembakaran hutan menyelimuti langit, membawa dampak kesehatan dan mempercepat pemanasan global.
Apa yang sebenarnya kita pertaruhkan?
Kehilangan hutan bukan hanya soal hilangnya pepohonan. Ini tentang melepaskan karbon ke atmosfer dalam jumlah besar—yang sebelumnya disimpan aman dalam tanah dan jaringan pohon. Ini tentang mengganggu pola cuaca dan memperparah kekeringan serta banjir. Ini tentang kepunahan spesies yang tak akan pernah kembali. Ini juga tentang menghancurkan kehidupan masyarakat adat yang selama berabad-abad hidup selaras dengan alam, menjaga hutan sebagai warisan leluhur mereka.
Namun, belum terlambat.
Harapan itu masih ada—dalam upaya konservasi, reboisasi, pengakuan hak masyarakat adat, serta kesadaran global yang perlahan tumbuh. Teknologi, kebijakan hijau, dan gerakan sosial menjadi alat penting untuk membalikkan kerusakan. Anak-anak muda mulai bersuara. Komunitas lokal mulai bangkit dan mempertahankan hutannya. Dunia mulai sadar bahwa tidak ada kemajuan yang berarti jika itu harus dibayar dengan kerusakan permanen pada sistem kehidupan bumi.
Karena sejatinya, kita semua terhubung dengan paru-paru dunia. Apa yang terjadi di hutan Amazon akan memengaruhi hujan di Afrika. Kabut asap di Kalimantan bisa mengganggu udara di kota-kota Asia. Krisis iklim adalah persoalan lintas batas.
Saat ini, kita berada pada titik penentu. Kita bisa memilih untuk terus menebang, membakar, dan mengabaikan, hingga paru-paru dunia benar-benar kolaps. Atau kita bisa memilih untuk melindungi, memulihkan, dan merangkul kembali harmoni dengan alam.
Paru-paru dunia mungkin sunyi, tetapi ia berbicara lewat udara yang kita hirup, lewat badai yang lebih sering datang, lewat suara-suara satwa yang kini menghilang.
Pertanyaannya: apakah kita masih mau mendengar?
- Penulis: Yuniarti
- Editor: Gart
Sumber:
- Butler, R. A. (2022). The Amazon Rainforest. Mongabay. https://rainforests.mongabay.com/amazon/
- WWF (2023). Tropical Rainforests: Biodiversity and Importance. World Wide Fund for Nature. https://www.worldwildlife.org/places/amazon
- FAO (2020). Global Forest Resources Assessment 2020: Main report. Food and Agriculture Organization of the United Nations. https://www.fao.org/forest-resources-assessment/en/
- NASA Earth Observatory (2019). The Role of Rainforests in the Global Carbon Cycle. https://earthobservatory.nasa.gov/
- Greenpeace International (2021). Forests and the Climate Crisis. https://www.greenpeace.org/international/
Comments powered by CComment