Beberapa teknik konservasi pohon ulin (Eusideroxylon zwageri) yang saat ini diterapkan untuk mencegah kepunahan dan menjaga kelestariannya:
1. Konservasi In Situ (di habitat aslinya)
Perlindungan kawasan hutan alam:
Melindungi hutan tropis tempat ulin tumbuh alami, seperti Taman Nasional Kayan Mentarang dan Hutan Lindung Wehea di Kalimantan.
Pengawasan penebangan liar:
Menguatkan hukum dan patroli lapangan untuk mencegah penebangan ulin secara ilegal.
Zona perlindungan benih alami:
Beberapa populasi ulin dijadikan sumber benih untuk regenerasi, dengan pelarangan aktivitas manusia di sekitarnya.
2. Konservasi Ex Situ (di luar habitat aslinya)
Kebun plasma nutfah dan arboretum:
Ulin ditanam di kebun khusus seperti di Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru dan arboretum kampus kehutanan untuk menjaga keragaman genetik.
Kultur jaringan dan perbanyakan vegetatif:
Teknik bioteknologi digunakan untuk mempercepat produksi bibit, mengingat ulin sangat lambat tumbuh dan benihnya sulit diperoleh.
Rehabilitasi lahan kritis dengan tanaman ulin:
Lahan bekas tambang atau kawasan rusak direhabilitasi dengan menanam ulin sebagai salah satu jenis utama, meski dengan pengawalan ketat karena rentan gagal tanam.
3. Edukasi & Kearifan Lokal
Pemanfaatan kearifan lokal:
Di beberapa daerah, masyarakat adat memiliki pantangan menebang pohon ulin sembarangan. Kearifan ini dijadikan dasar program konservasi berbasis masyarakat.
Pendidikan lingkungan:
Sekolah-sekolah dan komunitas lokal diberikan pelatihan tentang pentingnya ulin dan cara menanam serta menjaganya.
4. Regulasi dan Kebijakan
Larangan ekspor dan pembatasan tebang:
Pemerintah Indonesia melarang ekspor kayu ulin dan hanya memperbolehkan pemanfaatan pohon yang sudah sangat tua (diameter > 60 cm).
Integrasi dalam RPJMN dan RTRW:
Konservasi ulin dimasukkan dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional dan tata ruang wilayah.
Penulis: Abdul Aziz Karim
Editor: Gart
Comments powered by CComment